Minggu, 09 Mei 2010 | 22:44 wib ET
KAWASAN Balung, Jember, ibarat menyimpan banyak mutiara yang terpendam.
Selain kerajinan manik-manik, di kawasan tersebut juga berkembang
produksi alat musik perkusi jimbe dan replika senjata bumerang yang
khas Suku Aborigin, Australia.
Basuni adalah salah seorang yang menekuni bisnis tersebut. Dari bisnis jimbe dan bumerang ini, Basuni berhasil hidup dengan kategori sangat tenteram. Dari bisnis itu pula ia memperoleh biaya untuk menunaikan ibadah haji.
Saban tahun, ia mengirim empat sampai lima paket berisi beragam alat musik perkusi ke Belanda. Untuk replika bumerang, ia mengirim ke Australia dua paket dalam setahun.
Basuni bercerita, awalnya dia sama sekali tak mempunyai gambaran dan kemampuan untuk memproduksi produk-produk kerajinan tangan tersebut. Bisnis ini bermula pada 1998 ketika seorang kolega dari Bandung menawarinya memulai bisnis kerajinan. Dia diajari cara pembuatannya sekaligus diberi modal awal.
Dari sana bisnis itu terus berkembang. Orderan terus bertambah, bahkan semakin variatif ke berbagai bentuk.
Perjalanan bisnis ini pun juga tak luput dari sandungan. Insiden Bom Bali I telah menggerus permintaan karena sejumlah pembeli dari Eropa yang biasanya datang ke Indonesia untuk memesan dan menunjukkan model yang diinginkan mengurungkan diri untuk berkunjung.
”Selain itu, problem kita adalah masalah bahan baku. Saat ini kayu mahoni agak sulit dicari. Banyak yang dipotong, tapi tak ada yang menanam,” ujarnya.
Para perajin seperti Basuni atau Samsi yang diceritakan di bagian pertama tulian ini memang bergerak di tengah banyak keterbatasan. Peran pemerintah nyaris minim dalam hal ini. Padahal, mereka sangat mengharapkan ada peran pemerintah, misalnya dalam membantu memetakan pasar dan melakukan riset produk.
"Atau, paling tidak pemerintah memfasilitasi kami mendapat hak paten. Pematenan produk ini penting, karena perusahaan dari negara lain dengan kemampuan permodalan yang besar bisa saja meniru semua rancangan manik-manik kami,” terang Samsi.
Dia mencontohkan keberadaan produk-produk kerajinan manik-manik dari China yang secara konsep banyak meniru model manik-manik dari Balung. China yang produksinya lebih masif karena didukung permesinan yang kuat sangat mengancam keberadaan produksi manik-manik tradisional seperti Balung.
”Kami mengantisipasinya dengan membuat desain yang sangat rumit yang sulit untuk dikerjakan dengan mesin. Harus pakai tangan untuk mengerjakannya,” ujarnya. ”Harus ada kepedulian, karena kerajinan semacam ini telah menopang hidup banyak warga,” lanjutnya.
Perangkat teknologi
Para perajin kini juga dimudahkan dengan kehadiran berbagai perangkat yang dihasilkan dari teknologi berkomunikasi yang kian canggih. Tidak hanya berbentuk layanan telepon dan pesan pendek (SMS), namun juga kecepatan akses internet. Para perajin, misalnya, akan dengan mudah berhubungan dengan konsumen di luar negeri. Dengan mudah pula para perajin dapat mengirim contoh produk lewat surat elektronik (e-mail) atau mencari inspirasi untuk mendapat gambaran model-model produk yang sedang digandrungi konsumen.
”Teknologi berkomunikasi saat ini semakin canggih. Tentu saja ini membantu kegiatan bisnis para perajin. Apalagi, tarif telepon atau akses data internet kini semakin murah dan cepat,” ujar Bambang, perajin lainnya.
Para operator telekomunikasi kini memang giat menggenjot kualitas infrastruktur layananya. PT Indosat Tbk, misalnya, terus berusaha meningkatkan kualitas layanan datanya. Operator dengan merek dagang, antara lain, Mentari dan IM3 tersebut kini mempunyai akses internet tercepat DC-HSPA+ 42 Mbps. Ini menjadikan Indosat sebagai operator pertama di Asia dan kedua di dunia yang mempunyai layanan tersebut.
Akses internet supercepat ini baru saja diwujudkan lewat kerja sama Indosat dan Ericsson, pekan lalu. Modernisasi jaringan ini membuat Indosat bisa mengaplikasikan berbagai teknologi tercanggih seperti perangkat radio dengan kemampuan Multi Standard Radio (MSR). Alat ini membuat satu Radio Base Station bisa memancarkan sinyal multiteknologi, baik GSM, WCDMA, maupun LTE (4G) di masa mendatang.
Layanan DC-HSPA+ 42Mbps dari Indosat ini juga merupakan upaya untuk segera memanfaatkan tambahan frekuensi 3G (second carrier) yang telah diperoleh Indosat dari pemerintah. Para pelanggan pun kini bisa mendapatkan layanan akses data supercepat.
Akses data supercepat tersebut merupakan perkembangan terbaru dari evolusi perangkat internet seluler. Dulu, era mobile broadband dimulai dengan era mobile voice user dengan kecepatan rata-rata 10 Kbps, menghabiskan layanan data 10-50 MB/bulan. Kemudian disusul dengan era smartphone user dengan rata-rata kecepatan 100-1000 Kbps dan konsumsi data hingga 100-500MB/bulan. Adapun pada era mobile broadband user saat ini rata-rata kecepatan di atas 1Mbps dan konsumsi 1-6 GB/bulan.
Indosat juga terus meningkat kualitas layanan datanya. Pada 2006, kecepatan downlink Indosat 3,6 Mbps dan uplink 1,4 Mbps. Kemudian 2008 meningkat menjadi downlink 7,2 Mbps dan 5,8 Mbps. Pelanggan bisa menikmati 21 Mbps downlink dan 12 Mbps pada 2009. Kehadiran layanan DC-HSPA+ 42 Mbps saat ini memungkinkan penggunanya bisa mengakses dengan kecepatan 42 Mbps.
Strategi komprehensif
Dukungan perangkat teknologi informasi memang bisa menguatkan posisi para perajin yang termasuk golongan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Akses teknologi adalah satu dari sekian syarat untuk terus mengembangkan UMKM.
Ketua Forum Daerah UKM Jatim Nur Cahyudi mengatakan, strategi pengembangan pengusaha kecil dan menengah harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari penguasaan teknologi (termasuk teknologi berkomunikasi), kelancaran arus informasi, fasilitas pembiayaan, hingga peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Menurut dia, keberadaan sektor usaha UMKM memang harus terus-menerus diperkuat. Apalagi, saat ini ACFTA sudah diberlakukan. Pasar UMKM bisa semakin tergerus jika tidak ada perhatian serius.
Nur Cahyudi yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan Jaringan Usaha UKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) tersebut mengatakan, perlu ada kemitraan yang sinergis antara pengusaha skala kecil-menengah dan korporasi/perusahaan besar. ”Dengan demikian, ada simbiosis yang saling menguntungkan. UMKM juga akan semakin berkembang, dan jika sudah besar bisa ikut membantu pengembangan pasar UMKM lain,” jelasnya.
Dia mengakui, UMKM, terutama yang skala mikro dan kecil, tidak bisa bersaing secara head to head dengan pemodal besar. "Dalam konteks inilah intervensi pemerintah sangat diperlukan," tuturnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Surabaya M. Ali Affandi mengatakan, hambatan-hambatan kelembagaan di sekitar UMKM harus diatasi. Faktor kelembagaan yang dimaksud adalah daya dukung institusi yang terkait dengan kepentingan UMKM. "Dalam konteks ini, tidak hanya perbankan yang harus memberi perhatian. Tapi juga semua institusi terkait," ujar Andi, sapaan karib Ali Affandi.
Institusi-institusi terkait itu, sambung dia, adalah pemerintah, akademisi, korporasi, dan situasi internasional. Faktor kelembagaan tersebut yang harus saling mendukung, sehingga pengembangan UMKM bisa dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, problem-problem yang dihadapi UMKM juga bisa dituntaskan secara menyeluruh.
"Misalnya, soal ekonomi biaya tinggi yang terkait dengan birokrasi pemerintah, itu harus dapat komitmen dari pemerintah. Kemudian soal pengembangan produk dan pasar, itu peranan akademisi. Semuanya itu harus saling mendukung. Kalau faktor kelembagaan itu semuanya bisa saling memperkuat, pengembangan UMKM bisa lebih mudah dan cepat," terangnya
Terkait sektor kerajinan atau industri kreatif seperti produk manik-manik atau alat musik, Ani mengatakan, sektor tersebut berpangkal pada inovasi layanan, baik produk maupun jasa. Namun, masih banyak pelaku industri kreatif di Jatim yang terjebak pada model produk lawas dan minim inovasi.
"Hal itu menjadi sinyal bahwa kapasitas para pelaku industri kreatif, khususnya yang berskala mikro, perlu ditingkatkan secara signifikan. Ini menjadi pekerjaan rumah semua stakeholder di industri kreatif," ujar Andi.
Menurut Andi, minimnya inovasi tersebut tidak terlepas dari rendahnya kemampuan melakukan riset pasar. Dengan market intelligence yang terbatas, tentu saja para pelaku industri kreatif kurang bisa merespons permintaan dan tren pasar saat ini dan masa mendatang.
"Ke depan, akademisi perlu didukung untuk melakukan riset, baik terkait pemasaran maupun inovasi produk. Hasil riset itulah yang akan kami sampaikan ke pelaku industri kreatif, terutama yang berskala mikro dan kecil, untuk diaplikasikan agar bisnis mereka terus berkembang," jelas Andi yang juga wakil ketua Kadin Jatim Bidang Investasi Lokal tersebut.
Samsi, Basuni, Bambang, dan para perajin lain menggarisbawahi masalah riset pemasaran tersebut. Riset pemasaran itu bisa didukung oleh kemajuan teknologi berkomunikasi seperti sudah disinggung di atas.
Selama ini para perajin seperti dirinya kesulitan untuk mengembangkan model pemasaran yang menguntungkan. Jika ada riset pemasaran yang tangguh, yang bisa memetakan tren sektor kerajinan dunia, tentu para perajin dari kawasan terpencil seperti Balung bisa lebih eksis. (kbc5/kbc3/habis)
Basuni adalah salah seorang yang menekuni bisnis tersebut. Dari bisnis jimbe dan bumerang ini, Basuni berhasil hidup dengan kategori sangat tenteram. Dari bisnis itu pula ia memperoleh biaya untuk menunaikan ibadah haji.
Saban tahun, ia mengirim empat sampai lima paket berisi beragam alat musik perkusi ke Belanda. Untuk replika bumerang, ia mengirim ke Australia dua paket dalam setahun.
Basuni bercerita, awalnya dia sama sekali tak mempunyai gambaran dan kemampuan untuk memproduksi produk-produk kerajinan tangan tersebut. Bisnis ini bermula pada 1998 ketika seorang kolega dari Bandung menawarinya memulai bisnis kerajinan. Dia diajari cara pembuatannya sekaligus diberi modal awal.
Dari sana bisnis itu terus berkembang. Orderan terus bertambah, bahkan semakin variatif ke berbagai bentuk.
Perjalanan bisnis ini pun juga tak luput dari sandungan. Insiden Bom Bali I telah menggerus permintaan karena sejumlah pembeli dari Eropa yang biasanya datang ke Indonesia untuk memesan dan menunjukkan model yang diinginkan mengurungkan diri untuk berkunjung.
”Selain itu, problem kita adalah masalah bahan baku. Saat ini kayu mahoni agak sulit dicari. Banyak yang dipotong, tapi tak ada yang menanam,” ujarnya.
Para perajin seperti Basuni atau Samsi yang diceritakan di bagian pertama tulian ini memang bergerak di tengah banyak keterbatasan. Peran pemerintah nyaris minim dalam hal ini. Padahal, mereka sangat mengharapkan ada peran pemerintah, misalnya dalam membantu memetakan pasar dan melakukan riset produk.
"Atau, paling tidak pemerintah memfasilitasi kami mendapat hak paten. Pematenan produk ini penting, karena perusahaan dari negara lain dengan kemampuan permodalan yang besar bisa saja meniru semua rancangan manik-manik kami,” terang Samsi.
Dia mencontohkan keberadaan produk-produk kerajinan manik-manik dari China yang secara konsep banyak meniru model manik-manik dari Balung. China yang produksinya lebih masif karena didukung permesinan yang kuat sangat mengancam keberadaan produksi manik-manik tradisional seperti Balung.
”Kami mengantisipasinya dengan membuat desain yang sangat rumit yang sulit untuk dikerjakan dengan mesin. Harus pakai tangan untuk mengerjakannya,” ujarnya. ”Harus ada kepedulian, karena kerajinan semacam ini telah menopang hidup banyak warga,” lanjutnya.
Perangkat teknologi
Para perajin kini juga dimudahkan dengan kehadiran berbagai perangkat yang dihasilkan dari teknologi berkomunikasi yang kian canggih. Tidak hanya berbentuk layanan telepon dan pesan pendek (SMS), namun juga kecepatan akses internet. Para perajin, misalnya, akan dengan mudah berhubungan dengan konsumen di luar negeri. Dengan mudah pula para perajin dapat mengirim contoh produk lewat surat elektronik (e-mail) atau mencari inspirasi untuk mendapat gambaran model-model produk yang sedang digandrungi konsumen.
”Teknologi berkomunikasi saat ini semakin canggih. Tentu saja ini membantu kegiatan bisnis para perajin. Apalagi, tarif telepon atau akses data internet kini semakin murah dan cepat,” ujar Bambang, perajin lainnya.
Para operator telekomunikasi kini memang giat menggenjot kualitas infrastruktur layananya. PT Indosat Tbk, misalnya, terus berusaha meningkatkan kualitas layanan datanya. Operator dengan merek dagang, antara lain, Mentari dan IM3 tersebut kini mempunyai akses internet tercepat DC-HSPA+ 42 Mbps. Ini menjadikan Indosat sebagai operator pertama di Asia dan kedua di dunia yang mempunyai layanan tersebut.
Akses internet supercepat ini baru saja diwujudkan lewat kerja sama Indosat dan Ericsson, pekan lalu. Modernisasi jaringan ini membuat Indosat bisa mengaplikasikan berbagai teknologi tercanggih seperti perangkat radio dengan kemampuan Multi Standard Radio (MSR). Alat ini membuat satu Radio Base Station bisa memancarkan sinyal multiteknologi, baik GSM, WCDMA, maupun LTE (4G) di masa mendatang.
Layanan DC-HSPA+ 42Mbps dari Indosat ini juga merupakan upaya untuk segera memanfaatkan tambahan frekuensi 3G (second carrier) yang telah diperoleh Indosat dari pemerintah. Para pelanggan pun kini bisa mendapatkan layanan akses data supercepat.
Akses data supercepat tersebut merupakan perkembangan terbaru dari evolusi perangkat internet seluler. Dulu, era mobile broadband dimulai dengan era mobile voice user dengan kecepatan rata-rata 10 Kbps, menghabiskan layanan data 10-50 MB/bulan. Kemudian disusul dengan era smartphone user dengan rata-rata kecepatan 100-1000 Kbps dan konsumsi data hingga 100-500MB/bulan. Adapun pada era mobile broadband user saat ini rata-rata kecepatan di atas 1Mbps dan konsumsi 1-6 GB/bulan.
Indosat juga terus meningkat kualitas layanan datanya. Pada 2006, kecepatan downlink Indosat 3,6 Mbps dan uplink 1,4 Mbps. Kemudian 2008 meningkat menjadi downlink 7,2 Mbps dan 5,8 Mbps. Pelanggan bisa menikmati 21 Mbps downlink dan 12 Mbps pada 2009. Kehadiran layanan DC-HSPA+ 42 Mbps saat ini memungkinkan penggunanya bisa mengakses dengan kecepatan 42 Mbps.
Strategi komprehensif
Dukungan perangkat teknologi informasi memang bisa menguatkan posisi para perajin yang termasuk golongan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Akses teknologi adalah satu dari sekian syarat untuk terus mengembangkan UMKM.
Ketua Forum Daerah UKM Jatim Nur Cahyudi mengatakan, strategi pengembangan pengusaha kecil dan menengah harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari penguasaan teknologi (termasuk teknologi berkomunikasi), kelancaran arus informasi, fasilitas pembiayaan, hingga peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Menurut dia, keberadaan sektor usaha UMKM memang harus terus-menerus diperkuat. Apalagi, saat ini ACFTA sudah diberlakukan. Pasar UMKM bisa semakin tergerus jika tidak ada perhatian serius.
Nur Cahyudi yang juga Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan Jaringan Usaha UKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) tersebut mengatakan, perlu ada kemitraan yang sinergis antara pengusaha skala kecil-menengah dan korporasi/perusahaan besar. ”Dengan demikian, ada simbiosis yang saling menguntungkan. UMKM juga akan semakin berkembang, dan jika sudah besar bisa ikut membantu pengembangan pasar UMKM lain,” jelasnya.
Dia mengakui, UMKM, terutama yang skala mikro dan kecil, tidak bisa bersaing secara head to head dengan pemodal besar. "Dalam konteks inilah intervensi pemerintah sangat diperlukan," tuturnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Surabaya M. Ali Affandi mengatakan, hambatan-hambatan kelembagaan di sekitar UMKM harus diatasi. Faktor kelembagaan yang dimaksud adalah daya dukung institusi yang terkait dengan kepentingan UMKM. "Dalam konteks ini, tidak hanya perbankan yang harus memberi perhatian. Tapi juga semua institusi terkait," ujar Andi, sapaan karib Ali Affandi.
Institusi-institusi terkait itu, sambung dia, adalah pemerintah, akademisi, korporasi, dan situasi internasional. Faktor kelembagaan tersebut yang harus saling mendukung, sehingga pengembangan UMKM bisa dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, problem-problem yang dihadapi UMKM juga bisa dituntaskan secara menyeluruh.
"Misalnya, soal ekonomi biaya tinggi yang terkait dengan birokrasi pemerintah, itu harus dapat komitmen dari pemerintah. Kemudian soal pengembangan produk dan pasar, itu peranan akademisi. Semuanya itu harus saling mendukung. Kalau faktor kelembagaan itu semuanya bisa saling memperkuat, pengembangan UMKM bisa lebih mudah dan cepat," terangnya
Terkait sektor kerajinan atau industri kreatif seperti produk manik-manik atau alat musik, Ani mengatakan, sektor tersebut berpangkal pada inovasi layanan, baik produk maupun jasa. Namun, masih banyak pelaku industri kreatif di Jatim yang terjebak pada model produk lawas dan minim inovasi.
"Hal itu menjadi sinyal bahwa kapasitas para pelaku industri kreatif, khususnya yang berskala mikro, perlu ditingkatkan secara signifikan. Ini menjadi pekerjaan rumah semua stakeholder di industri kreatif," ujar Andi.
Menurut Andi, minimnya inovasi tersebut tidak terlepas dari rendahnya kemampuan melakukan riset pasar. Dengan market intelligence yang terbatas, tentu saja para pelaku industri kreatif kurang bisa merespons permintaan dan tren pasar saat ini dan masa mendatang.
"Ke depan, akademisi perlu didukung untuk melakukan riset, baik terkait pemasaran maupun inovasi produk. Hasil riset itulah yang akan kami sampaikan ke pelaku industri kreatif, terutama yang berskala mikro dan kecil, untuk diaplikasikan agar bisnis mereka terus berkembang," jelas Andi yang juga wakil ketua Kadin Jatim Bidang Investasi Lokal tersebut.
Samsi, Basuni, Bambang, dan para perajin lain menggarisbawahi masalah riset pemasaran tersebut. Riset pemasaran itu bisa didukung oleh kemajuan teknologi berkomunikasi seperti sudah disinggung di atas.
Selama ini para perajin seperti dirinya kesulitan untuk mengembangkan model pemasaran yang menguntungkan. Jika ada riset pemasaran yang tangguh, yang bisa memetakan tren sektor kerajinan dunia, tentu para perajin dari kawasan terpencil seperti Balung bisa lebih eksis. (kbc5/kbc3/habis)
Sumber : kabarbisnis.com
Assalamualaikum mas imron, saya mau pesan tasbih stigi laut yg ukuran 7 mm kalo gak salah hrg nya rp.24.000, kalo sama ongkirnya brp mas? Bisa minta no hp nya gak mas, spy mudah dihubungi.
BalasHapus