Mulai tahun ini,
ekspor kayu gaharu Indonesia berhasil masuk langsung pasar China setelah
pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan pemerintah China sepakat bekerja
sama dalam perdagangan langsung kayu gaharu. Untuk mengoptimalkan potensi
bisnis ini, pemerintah juga berniat merealisasikan pengembangan hutan budi daya
gaharu untuk mendorong produksi gaharu nasional.
Permintaan tersebut
dipenuhi oleh eksportir Indonesia melalui negara ketiga seperti Taiwan,
Hongkong dan Singapura. Sebelumnya Indonesia tidak bisa mengekspor langsung
karena hambatan birokrasi perdagangan. Ekspor langsung sudah diusahakan sejak
dua tahun lalu dan baru berhasil sekarang.
Tingginya hambatan
untuk ekspor langsung karena pihak ketiga memperoleh margin yang tinggi dari
produk ini. Apalagi beberapa varietas gaharu Indonesia memiliki kualitas
terbaik yang harganya mencapai Rp 150 juta per kilogram. Di pasar China
harganya bisa naik menjadi Rp 400 juta per kilogram akibat panjangnya mata
rantai perdagangan.
Ke depan, perdagangan
langsung gaharu ke China diharapkan bisa meningkatkan ekspor Indonesia hingga
batas kuota 623 ton per tahun. Batas kuota itu diperoleh Indonesia berdasarkan
kesepakatan negara-negara produsen gaharu dalam Konvensi Internasional tentang
Perdagangan Spesies Flora dan Fauna Dilindungi.
Kementerian Kehutanan
mencatat saat ini ada tujuh pasar ekspor kayu
gaharu dalam negeri, yakni Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Taiwan,
Singapura, Hongkong, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Total volume ekspor tahun
2010 mencapai 573 ton, naik signifikan dari lima tahun lalu sebesar 170 ton.
Total nilai ekspor kayu gaharu Indonesia di 2010 mencapai US$ 85,99 juta dari
US$ 26,09 juta di tahun 2006.
Tahun ini volume dan
nilai dipastikan naik. Namun, kenaikannya tergantung pada kadar air dan resin
pohon yang dihasilkan. “Mudah-mudahan lebih dari US$ 85 juta,” ujar Mashur
tanpa mau merinci lebih detail.
Zulkifli Hasan,
Menteri Kehutanan, mengakui ekspor kayu gaharu selama ini sulit langsung pasar
China dan membuat harga gaharu Indonesia lebih mahal. Dengan perdagangan
langsung, produsen Indonesia mendapat harga tinggi karena tidak ada biaya
perantara, sedangkan konsumen China
untung karena mendapat harga yang lebih murah.
Mengacu pada
kesepakatan perdagangan, harga jual ekspor kayu gaharu ditetapkan US$ 10-US$
15.000 per kilogram. Penentuan harga ditetapkan berdasar kualitas kayu gaharu.
Kesepakatan ini diharapkan juga bisa menekan ekspor kayu gaharu ilegal.
Hutan Budi Daya
Zulkifli menambahkan
terus meningkatnya permintaan ekspor dan tingginya harga jual komoditas
tersebut membuat pemerintah mengkaji peningkatan produksi melalui pengembangan
hutan budi daya. Selama ini 98% dari total ekspor produk gaharu dalam negeri
berasal dari hutan alam.“Dengan peningkatan
permintaan di pasar dunia, Indonesia tidak bisa mengandalkan gaharu dari hutan
alam saja, harus dikembangkan produksi melalui hutan budi daya,” ujarnya.
Beberapa lokasi di
Indonesia memiliki iklim yang cukup mendukung bagi pengembangan hutan budi daya
gaharu. Di antaranya Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Bangka
Belitung dan Lampung. Data Kementerian Kehutanan menunjukkan total varietas
gaharu dunia mencapai 15 varietas dan enam di antaranya tumbuh di seluruh
daerah di Indonesia kecuali Jawa dan Sunda Kecil.
Mashur menambahkan
asosiasi siap ikut dalam pengembangan budi daya. Rencananya akan ada
laboratorium genetika gaharu yang dikembangkan oleh asosiasi, Kementerian
Kehutanan dan Kementerian Pertanian. Dengan memanfaatkan budi daya, kayu gaharu
bisa dipanen pada usia tiga tahun. Selama ini, tanaman gaharu di hutan alam
baru bisa diambil pada usia 6-8 tahun. Gaharu budi daya membutuhkan biaya mulai
tanam hingga panen sebesar Rp 4 juta per pohon.
Sumber : www.indonesiafinancetoday.com
Mulai tahun ini,
ekspor kayu gaharu Indonesia berhasil masuk langsung pasar China setelah
pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan pemerintah China sepakat bekerja
sama dalam perdagangan langsung kayu gaharu. Untuk mengoptimalkan potensi
bisnis ini, pemerintah juga berniat merealisasikan pengembangan hutan budi daya
gaharu untuk mendorong produksi gaharu nasional.
Permintaan tersebut
dipenuhi oleh eksportir Indonesia melalui negara ketiga seperti Taiwan,
Hongkong dan Singapura. Sebelumnya Indonesia tidak bisa mengekspor langsung
karena hambatan birokrasi perdagangan. Ekspor langsung sudah diusahakan sejak
dua tahun lalu dan baru berhasil sekarang.
Tingginya hambatan
untuk ekspor langsung karena pihak ketiga memperoleh margin yang tinggi dari
produk ini. Apalagi beberapa varietas gaharu Indonesia memiliki kualitas
terbaik yang harganya mencapai Rp 150 juta per kilogram. Di pasar China
harganya bisa naik menjadi Rp 400 juta per kilogram akibat panjangnya mata
rantai perdagangan.
Ke depan, perdagangan
langsung gaharu ke China diharapkan bisa meningkatkan ekspor Indonesia hingga
batas kuota 623 ton per tahun. Batas kuota itu diperoleh Indonesia berdasarkan
kesepakatan negara-negara produsen gaharu dalam Konvensi Internasional tentang
Perdagangan Spesies Flora dan Fauna Dilindungi.
Kementerian Kehutanan
mencatat saat ini ada tujuh pasar ekspor kayu
gaharu dalam negeri, yakni Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Taiwan,
Singapura, Hongkong, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Total volume ekspor tahun
2010 mencapai 573 ton, naik signifikan dari lima tahun lalu sebesar 170 ton.
Total nilai ekspor kayu gaharu Indonesia di 2010 mencapai US$ 85,99 juta dari
US$ 26,09 juta di tahun 2006.
Tahun ini volume dan
nilai dipastikan naik. Namun, kenaikannya tergantung pada kadar air dan resin
pohon yang dihasilkan. “Mudah-mudahan lebih dari US$ 85 juta,” ujar Mashur
tanpa mau merinci lebih detail.
Zulkifli Hasan,
Menteri Kehutanan, mengakui ekspor kayu gaharu selama ini sulit langsung pasar
China dan membuat harga gaharu Indonesia lebih mahal. Dengan perdagangan
langsung, produsen Indonesia mendapat harga tinggi karena tidak ada biaya
perantara, sedangkan konsumen China
untung karena mendapat harga yang lebih murah.
Mengacu pada
kesepakatan perdagangan, harga jual ekspor kayu gaharu ditetapkan US$ 10-US$
15.000 per kilogram. Penentuan harga ditetapkan berdasar kualitas kayu gaharu.
Kesepakatan ini diharapkan juga bisa menekan ekspor kayu gaharu ilegal.
Hutan Budi Daya
Zulkifli menambahkan
terus meningkatnya permintaan ekspor dan tingginya harga jual komoditas
tersebut membuat pemerintah mengkaji peningkatan produksi melalui pengembangan
hutan budi daya. Selama ini 98% dari total ekspor produk gaharu dalam negeri
berasal dari hutan alam.“Dengan peningkatan
permintaan di pasar dunia, Indonesia tidak bisa mengandalkan gaharu dari hutan
alam saja, harus dikembangkan produksi melalui hutan budi daya,” ujarnya.
Beberapa lokasi di
Indonesia memiliki iklim yang cukup mendukung bagi pengembangan hutan budi daya
gaharu. Di antaranya Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Bangka
Belitung dan Lampung. Data Kementerian Kehutanan menunjukkan total varietas
gaharu dunia mencapai 15 varietas dan enam di antaranya tumbuh di seluruh
daerah di Indonesia kecuali Jawa dan Sunda Kecil.
Mashur menambahkan
asosiasi siap ikut dalam pengembangan budi daya. Rencananya akan ada
laboratorium genetika gaharu yang dikembangkan oleh asosiasi, Kementerian
Kehutanan dan Kementerian Pertanian. Dengan memanfaatkan budi daya, kayu gaharu
bisa dipanen pada usia tiga tahun. Selama ini, tanaman gaharu di hutan alam
baru bisa diambil pada usia 6-8 tahun. Gaharu budi daya membutuhkan biaya mulai
tanam hingga panen sebesar Rp 4 juta per pohon.
Sumber : www.indonesiafinancetoday.com
0 Tanggapan:
Posting Komentar
Silahkan komentar disini jika mau oder, saran, kritik membangun, komplain, sumbang sich pemikiran dll, tapi mohon maaf pihak management Makrifat Business melakukan moderasi setiap komentar yang masuk